1 Petrus 1:14-19, 23
Surat Petrus yang pertama ini ditujukan kepada jemaat Tuhan yang dianiaya. Ketika Petrus membicarakan tentang penderitaan dan penganiayaan jemaat Tuhan, Petrus selalu menghubungkan dengan kemuliaan Tuhan. Penderitaan dan kemuliaan itu bagai dua sisi dari satu mata uang logam yang berdampingan, tidak bisa dilepaskan dan berkaitan erat. Tetapi penderitaan itu tidak otomatis membawa atau bermuara kepada kemuliaan. Ada jemaat-jemaat pada waktu di dalam penderitaan, mereka melakukan kejahatan, berkompromi dengan dosa, tidak konsisten taat firman Tuhan, mereka mendukakan Tuhan. Situasi yang sulit adalah kesempatan emas untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Bukankah terang itu betul-betul menjadi terang di dalam kegelapan? Bukankah garam itu betul-betul menjadi garam ketika di dalam proses pembusukan? Bukankah harapan kita kepada Tuhan adalah betul-betul pengharapan di tengah-tengah dunia yang tidak berpengharapan? Tetapi ironisnya ada orang-orang Kristen yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, yang malah turut dalam membusukkan dan menggelapkan.
Rasul petrus katakan di dalam bacaan ini, jangan turuti hawa nafsumu yang pernah engkau ikuti di masa kebodohanmu, pada masa sebelum menjadi orang Kristen. Tetapi Petrus bukan hanya mengatakan secara negatif, tetapi juga secara positif, yakni hiduplah kudus. Orang Kristen harus hidup dengan etika yang tinggi. Tidak cukup saudara tidak berbuat jahat. Efesus 2:10 mengatakan ada pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Kita tidak menggarami dan tidak menerangi itu satu hal, tetapi jika kita justru ikut dalam membusukkan, serta turut dalam menggelapkan. Itu sangat mengenaskan. Etika orang Kristen bukan sekedar tidak berbuat dosa melainkan harus berbuat baik (lihat Lukas 10:25-37 – Perumpamaan Orang Samaria yang murah hati).
Pada bagian ini, rasul Petrus memanggil orang-orang Kristen dengan istilah anak-anak yang taat (obedient children). Efesus 2:2, menyebutkan orang-orang tidak percaya itu sebagai the son of disobedience, anak-anak durhaka. Jadi yang membedakan Kristen dan bukan Kristen adalah yang satu taat dan yang satu memberontak.
Jaminan keselamatan sangat penting bagi orang-orang Kristen ketika menghadapi penderitaan dan kesulitan. Jika berbicara mengenai doktrin jaminan keselamatan (assurance of salvation) ini ada dua macam. Pertama, objective assurance, yaitu ketika percaya Tuhan Yesus, Roh Kudus masuk dalam hati kita, kita punya pengharapan yang kekal, ini objektif. Tetapi ada yang kedua, yaitu subjective assurance, artinya kita merasa sudah mengalami keselamatan hidup yang kekal, kita merasa ada Roh Kudus di dalam hati kita, kita merasa jika sudah mati nanti akan pasti masuk surga. Bagi Petrus dan Paulus subjective assurance itu adalah elemen ketaatan. Jika kita mau mengukur apakah kita sudah di dalam Kristus atau belum, coba lihat apakah kita sudah taat atau tidak (1 Yoh. 2:3-4). Berbahagialah orang yang memiliki subjective assurance. Doktrin Calvin mengatakan satu kali selamat dan Tuhan akan jaga kita. Tetapi doktrin Arminian mengatakan keselamatan itu bisa hilang, tergantung bagaimana kita bergumul dengan firman, ujian dan penderitaan. Sehingga orang Arminian hidup dalam kegelisahan ketakutanan, keputusasaan. John MacArthur mengatakan bahwa jaminan itu bukan hanya suatu keistimewaan tetapi adalah juga buah sulung yang orang Kristen miliki sebagai anggota tubuh Kristus.
Sebagai anak-anak yang taat, Petrus mengatakan untuk hiduplah kudus, seperti Tuhan itu kudus. Mengapa? Kita harus kudus karena ayat 23 mengatakan bahwa benih itu bukanlah benih yang fana melainkan benih yang kekal. Ayat 18-19 mengatakan kita ditebus dengan lunas bukan dengan barang yang fana, bukan dengan emas atau perak tetapi dengan darah Kristus yang tidak bernoda dan tidak bercacat. 2 Perus 1:4 mengatakan bahwa Saudara dan saya memiliki kodrat ilahi makanya kita diminta hidup kudus. Apa artinya kodrat ilahi? Calvin katakan ketika Tuhan merancangkan untuk mengampuni saudara dan saya ia mengubah hati kita dan membuat hati kita menjadi hati yang begitu taat oleh Roh kudus yang dimateraikan di dalam hatimu dan hatiku. “When God designs forgive us he changes our hearts and turns us to obedience by His Spirit.” Setelah Tuhan selamatkan saudara dan saya baru kita dituntun untuk taat kepada dia. Tanpa kondrat ilahi, tidak mungkin kita bisa kudus. Alkitab sudah katakan bahwa kita punya status kudus, tetapi kita perlu proses pengudusan (progressive sanctification). Tuhan mau kita berproses makin hari makin mirip dengan Tuhan.
Apa itu kekudusan? Apa itu maksudnya “kuduslah kamu seperti Aku kudus”? J. C. Ryle mendefinisikan kekudusan adalah satu kebiasaan yang menjadi satu pikiran dengan Allah, untuk selalu setuju dengan penghakiman Allah. Membenci apa yang Allah benci, mengasihi apa yang Allah kasihi dan mengukur segala sesuatu berdasarkan standard firman Tuhan. Tidak ada yang bisa menyucikan kita selain firman (Yoh 17:17). Bagaimana suadara dan saya bisa kudus? Satu-satunya dengan firman. Firman yang akan menguduskan dan membuat hari demi hari serupa dengan Tuhan.
Filipi 2:12 mengatakan untuk tetap kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar. Paulus terus mengatakan bahwa keselamatan itu semata-mata anugerah Tuhan. Tetapi setelah kita diselamatkan oleh Tuhan, kita harus hidup kudus. Itu sebabnya Rasul Petrus katakan saudara dan saya harus mempunyai Godly fear. Ada 2 macam takut akan Allah. Pertama, takut kepada Tuhan yang tidak memandang muka memberikan penghukuman (ay.17). sekalipun hukuman yang datang untuk membawa kita kembali dan bertobat (Why. 3:19). Ini Godly fear secara negatif. Kedua. Godly fear yang positif (ay.18-19). Kita taat karena kita melihat Tuhan yang sudah berkorban dan mengasihi kita. Kita tidak mau menyakiti hati Tuhan.
Di dalam masa Covid-19 ini, jangan hanya taat secara negatif dengan hindarkan hawa nafsu, tetapi biar kita hiduplah kudus dan menjadi alat bagi kemulian-Nya. – YF